GoLiput

67 Persen Desa di Indonesia Masih dalam Kategori Kesejahteraan Rendah

Prof. Sofyan Sjaf, Pakar Sosiologi Pedesaan sekaligus Dekan Fakultas Ekologi Manusia, IPB University. (Foto: dokpri/Perdes)

Goliput.id, Bogor – Prof. Sofyan Sjaf, Pakar Sosiologi Pedesaan sekaligus Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University, mengungkapkan bahwa dalam satu dekade implementasi Dana Desa, sebanyak 67 persen desa di Indonesia masih berada dalam kategori kesejahteraan rendah.

Dilansir dari laman resmi IPB University (25/22/2025) Prof. Sofyan mengatakan, kurangnya transparansi dalam penggunaan dana desa serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan menjadi tantangan utama dalam satu dekade implementasi Dana Desa.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kompas, partisipasi warga dalam mengawasi penggunaan Dana Desa masih tergolong minim. Hal ini berimplikasi pada kurangnya transparansi dalam pemanfaatan dana tersebut, yang berpotensi membuka celah bagi berbagai bentuk penyimpangan.

“Rupanya pola-pola untuk pengambilan keputusan pembangunan seperti musyawarah desa atau dusun, nampaknya belum serta merta membuka ruang partisipasi warga secara utuh,” kata Prof Sofyan

Lebih lanjut, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Prof. Sofyan mengenai indeks kesejahteraan desa menunjukkan fakta yang cukup memprihatinkan. Dari 289 desa yang diteliti, hanya 0,2 persen desa yang masuk kategori kesejahteraan tinggi, sementara 67 persen desa masih dalam kategori kesejahteraan rendah.

Menurut Prof. Sofyan, data tersebut menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan yang menggunakan Dana Desa masih belum optimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

“Sejauh yang saya pahami dan saya jalani, dalam proses perencanaan, baik musyawarah desa ataupun musyawarah dusun itu belum berbasis data yang presisi dan belum berbasis kebijakan program yang mengutamakan kesejahteraan pada warga desa,” ungkapnya.

Lebih lanjut Prof. Sofyan menekankan pentingnya mengidentifikasi kondisi kesejahteraan desa berdasarkan lima aspek kesejahteraan rakyat, yaitu: sandang, pangan, papan; pendidikan dan kebudayaan; kesehatan; jaminan hak asasi manusia (HAM); serta infrastruktur dan lingkungan hidup.

“Ketika lima aspek itu sudah ada dan teridentifikasi, maka musyawarah itu akan efektif baik level desa maupun dusun. Dengan demikian, semua warga mampu melihat posisinya sebagai warga desa tersebut,” ujarnya

Ia juga mengungkapkan bahwa mekanisme musyawarah desa dan dusun selama ini cenderung hanya dihadiri oleh elit desa, sehingga mereka tidak memiliki metodologi atau kerangka pendekatan yang jelas dalam melibatkan masyarakat secara luas. (YMT)